Karawang – Di sebuah rumah sederhana di Dusun Pulojaya 1 RT 02/RW 01, Desa Sumurlaban, Kecamatan Tirtajaya, hidup seorang ibu bernama Neng Dea yang kini menggenggam harapan besar seorang diri. Ia berjuang di tengah keterbatasan ekonomi demi masa depan anaknya, Delon Myeth Alfa Dowansiba, bocah berdarah Arfak dari Papua Barat yang kini menjelma menjadi talenta sepak bola muda di tanah Sunda.
Perjalanan Delon justru dimulai dari kesulitan. Suatu hari, di tengah tekanan ekonomi, sang anak berkata lirih, “Mah, urang hayang SSB.” Permintaan sederhana itu membuat Neng Dea terdiam. Ia bahkan belum mengetahui apa itu Sekolah Sepak Bola (SSB), apalagi biayanya. Peralatan latihan harus dipinjam dari teman.
Beruntung, seorang kenalan yang suaminya merupakan wasit sepak bola membantu mendaftarkan Delon ke SSB Proklamasi di Bojong Tugu, Rengasdengklok. Hasilnya mencengangkan: baru dua minggu berlatih, permainan Delon di lapangan Poponcol, Alun-alun Karawang, membuat banyak orang terpukau. Sepekan kemudian, ia dibawa ke Turnamen BRSA Garuda di Cibalongsari dan langsung menjadi top skor. Dari prestasi itu ia bisa membeli sepatu baru.
Sejak itu, prestasinya melesat. Namun di balik senyum Delon yang baru berusia 9 tahun, ada pengorbanan besar seorang ibu.
“Saya jual kulkas, jual salon, jual emas… apa saja yang ada demi kemajuan anak,” tutur Neng Dea dengan mata berkaca-kaca, Rabu (15/10/2025).
Pencapaian terbaik Delon terjadi di Sabah, Kinabalu, Malaysia, saat ia dinobatkan sebagai pemain terbaik dan membawa timnya meraih juara pertama.
Kini, jadwal panggilan bertanding terus berdatangan:
• Jakarta (17–19 Oktober)
• Komujur di bawah naungan Erick Thohir
• Bandung, Subang, dan Makassar
• Thailand, 4 Desember 2025
Namun langkahnya mendadak terhenti, bukan karena kurang prestasi, tetapi karena tak ada lagi biaya.
"Ke Malaysia kemarin saya sampai minjem bank keliling, bank emok. Sekarang sampai enggak masak, Delon dua kali enggak latihan karena enggak ada ongkos,” ucapnya lirih.
Darah Papua, Tapi Tak Ada Bantuan dari Timur
Delon merupakan putra seorang kepala suku Arfak sekaligus Kepala Tata Usaha Puskesmas Maripi, Manokwari, Papua Barat. Namun hingga kini, tak ada uluran tangan sedikit pun dari tanah kelahirannya.
Proposal, video prestasi, dan laporan sudah dikirimkan Neng Dea ke Dispora, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, tokoh adat, hingga Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Semuanya berakhir tanpa tanggapan.
“Ini anak Arfak satu-satunya yang berjuang di tanah Sunda. Tolong dilihat, tolong dibantu. Jangan sampai berhenti di tengah jalan,” pintanya.
Harapan untuk Karawang dan Dermawan
Neng Dea berharap pemerintah desa, kecamatan, Kabupaten Karawang, hingga Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi ikut memberi perhatian.
“Saya mohon supaya anak saya tidak putus di tengah jalan. Mungkin ada donatur yang Allah gerakkan hatinya,” ujarnya nyaris patah suara.
Di setiap laga, Delon selalu mencetak gol. Ia bukan hanya kebanggaan ibunya, tetapi juga potensi besar bagi Karawang, Jawa Barat, bahkan Indonesia.
Kini, perjuangan itu berada di titik kritis. Jika tak ada uluran tangan, mimpi seorang anak bisa padam sebelum tumbuh.
Akankah bakat sebesar ini dibiarkan tenggelam hanya karena biaya?
Penulis: Alim
