KARAWANG, JEJAK HUKUM — Dugaan penggunaan listrik eksisting milik Kantor Kecamatan Pedes oleh pelaksana proyek pembangunan atau rehabilitasi gedung kantor senilai Rp 3,226 miliar dari APBD Karawang Tahun 2025 yang tengah dilaksanakan oleh PT Cemerlang Bangun Perkasa Sejahtera menuai tanggapan serius dari praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan daerah.
Dede Jalaludin,SH atau yang biasa disapa Bang DJ Praktisi Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bumi Proklamasi, menilai bahwa penggunaan fasilitas negara oleh pihak ketiga tidak dapat dilakukan tanpa dasar hukum dan mekanisme kompensasi yang jelas.
“Listrik yang terpasang di kantor kecamatan merupakan aset dan fasilitas operasional negara. Jika digunakan oleh pihak ketiga, apalagi untuk kepentingan proyek, harus ada perjanjian tertulis, izin resmi, serta perhitungan kompensasi biaya yang disetorkan ke kas daerah,” tegas Bang DJ saat dihubungi NarasiKita.ID, Sabtu (18/10/2025).
Ia menjelaskan, penggunaan fasilitas milik pemerintah daerah tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi dan berpotensi menimbulkan temuan dari lembaga audit seperti BPK.
“Mungkin terlihat sepele karena hanya listrik, tetapi dari sudut pandang tata kelola keuangan daerah, itu bisa dianggap penyalahgunaan aset negara. Apalagi jika tidak ada bukti pembayaran atau izin tertulis,” ujarnya.
Menurut Bang DJ, kontraktor pelaksana seharusnya menyediakan sumber daya listrik mandiri seperti genset atau melakukan pemasangan sementara melalui prosedur resmi PLN, bukan memanfaatkan fasilitas yang sudah menjadi milik kantor pemerintahan.
“Setiap proyek memiliki komponen biaya umum, termasuk untuk kebutuhan energi dan operasional lapangan. Jadi sangat tidak tepat jika kontraktor memakai fasilitas kantor kecamatan tanpa dasar hukum,” tambahnya.
Ia juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Karawang sebagai penanggung jawab teknis proyek.
“DPUPR seharusnya memastikan setiap pelaksanaan proyek mematuhi seluruh ketentuan administrasi dan teknis. Jika ada pembiaran, ini menunjukkan lemahnya pengawasan,” kritiknya.
Bang DJ menekankan, praktik seperti ini tidak hanya menyalahi etika pemerintahan yang bersih, tetapi juga bisa menciptakan preseden buruk bagi pelaksanaan proyek lainnya di lingkungan Pemkab Karawang.
“Jika dibiarkan, hal semacam ini bisa dianggap normal, padahal jelas melanggar prinsip akuntabilitas publik,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor pelaksana proyek Gedung Kecamatan Pedes belum memberikan tanggapan terkait penggunaan listrik eksisting milik kantor kecamatan yang kini menjadi sorotan publik. (Gi)