CIANJUR, JEJAK HUKUM – Seorang warga Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bernama Mohamad Rifqi, melaporkan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke pihak kepolisian. Kasus ini diduga dilakukan oleh seorang pria bernama Datuk Nawira (pria asal Kuala Ba'u Aceh Selatan), yang merekrut korban untuk bekerja di Malaysia namun berujung pada penelantaran.
Berdasarkan laporan, kejadian bermula pada Minggu, 28 Juli 2024, sekitar pukul 09.00 WIB, di Kampung Cipetir, RT 002, RW 004, Desa Cipetir, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Saat itu, Datuk Nawira menawarkan pekerjaan kepada Mohamad Rifqi sebagai housekeeping di sebuah hotel di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan janji gaji sebesar 1.500 ringgit Malaysia atau sekitar Rp5,5 juta per bulan.
Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan layak, korban diantar ke Subang dengan alasan akan menjalani pelatihan. Namun, selama satu minggu tinggal di sana, pelatihan tak pernah dilaksanakan. Selanjutnya, korban dibawa ke Karawang untuk pembuatan paspor.
Korban kemudian diserahkan kepada seseorang bernama Andre, kenalan Datuk Nawira. Pada 13 Agustus 2024, sekitar pukul 08.00 WIB, Andre mengantar korban dari Subang ke Bandara Soekarno-Hatta untuk penerbangan menuju Pontianak, Kalimantan Barat. Setibanya di Pontianak, korban langsung dibawa ke Singkawang, rumah sopir travel yang akan mengantarkannya ke Malaysia.
Namun, setelah tiba di Malaysia, realitas pahit harus dihadapi. Pekerjaan yang dijanjikan tidak pernah ada. Korban sempat menginap dua hari di hotel yang dibayarkan oleh sopir travel, sebelum akhirnya mencari pekerjaan sendiri. Ia kemudian mendapat pekerjaan di sebuah restoran Cina berkat bantuan sopir travel tersebut.
"Setelah sampai Malaysia, saya bingung karena tidak ada pekerjaan. Tidak ada yang jemput, tidak ada penjelasan," kata Mohamad Rifqi, Senin (28/4/2025)
"Selama dua hari saya tinggal di hotel tanpa tahu harus ke mana. Akhirnya sopir travel itu kasihan dan bantu saya cari kerja," lanjut Rifqi.
Meski akhirnya mendapatkan pekerjaan, korban mengaku menerima gaji yang tidak penuh, dengan banyak potongan tidak jelas.
"Saya kerja di restoran China, tapi gajinya dipotong-potong. Saya tidak tahu potongan apa saja karena tidak pernah dijelaskan," tutur Rifqi.
Akhirnya, karena merasa tidak sanggup bertahan, Mohamad Rifqi memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada 10 Maret 2025.
"Saya tidak kuat. Semua yang dijanjikan di awal itu bohong semua. Saya memutuskan pulang saja," tambahnya.
Atas kejadian tersebut, korban mengalami kerugian moril dan fisik, dan melaporkannya ke kepolisian Polres Cianjur untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu, salah seorang warga Cianjur Asep (43) meminta kepolisian untuk serius menangani kasus ini karena merupakan tindak pidana perdagangan orang.
"Polisi harus segera menangkap Datuk Nawira karena diduga kuat merupakan sindikat perdagangan orang. Harusnya polisi cepat bertindak, ini kan masalah serius, menyangkut perdagangan orang," kata Asep.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada tindak lanjut konkret seperti pemeriksaan saksi tambahan ataupun upaya penangkapan terhadap terlapor.
"Saya harap polisi segera menindaklanjutinya juga menelusuri adanya dugaan jaringan lain yang terlibat," pungkasnya.
Diketahui, sosok Datuk Nawira dikenal sebagai pengusaha pengiriman orang ke luar negeri. Namun, dalam praktiknya, ia diduga menjual orang ke luar negeri tanpa prosedur resmi. Korban dari praktik ini disebut sudah mencapai puluhan orang.
"Datuk Nawira ini sudah lama bergerak, dan ini bukan pertama kalinya. Ini sudah seperti lex specialis kejahatan TPPO. Dia harus segera ditangkap," ujar Alek Safri, salah seorang praktisi hukum.
Pihak masyarakat diminta waspada dan tidak mudah tergiur janji manis pekerjaan ke luar negeri. Bagi masyarakat yang pernah atau sedang mengalami hal serupa, diimbau segera melapor ke pihak berwajib.
Kasus ini disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. (Red)