CIANJUR, JEJAK HUKUM – Kepolisian Resor (Polres) Cianjur telah merampungkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari pihak pelapor dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terlapor Datuk Nawira. Saat ini, penyidik tengah menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi dari pihak terlapor. Perkara ini sendiri telah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.
Unit PPA Satreskrim Polres Cianjur sebelumnya telah melayangkan surat panggilan resmi kepada Datuk Nawira, namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut. Dalam waktu dekat, Polres Cianjur akan menggelar gelar perkara guna menetapkan status tersangka terhadap Nawira.
Kasus ini berawal dari laporan Mohamad Rifqi, warga Cianjur, yang mengaku menjadi korban perekrutan ilegal untuk bekerja di luar negeri. Rifqi mengungkapkan bahwa dirinya dijanjikan pekerjaan sebagai petugas kebersihan (housekeeping) di sebuah hotel di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan gaji RM 1.500 per bulan. Namun, sesampainya di Malaysia, pekerjaan yang dijanjikan tidak pernah ada. Ia ditelantarkan dan akhirnya bekerja di sebuah restoran dengan upah rendah dan potongan gaji yang tidak jelas.
Merasa tertipu dan mengalami kerugian baik secara fisik maupun psikis, Rifqi memutuskan kembali ke Indonesia pada Maret 2025 dan melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Cianjur.
Menindaklanjuti laporan itu, Polres membentuk tim khusus untuk mencari keberadaan Nawira, yang diduga telah melarikan diri. Desakan dari masyarakat dan kalangan praktisi hukum pun bermunculan agar polisi segera melakukan penangkapan, mengingat Nawira diduga kuat merupakan bagian dari jaringan TPPO yang telah menelan banyak korban.
“Polisi harus bertindak cepat dan serius. Ini menyangkut keselamatan banyak orang,” ujar Asep (43), warga Cianjur.
Diketahui, Datuk Nawira dikenal sebagai pengusaha pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Namun, dalam praktiknya, ia diduga terlibat dalam perdagangan orang secara ilegal. Praktisi hukum Alek Safri menyebut kasus ini sebagai bentuk kejahatan terorganisir dan mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.
Kasus ini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Diduga Terlibat Juga dalam Peredaran Obat Terlarang
Tak hanya terlibat dalam kasus TPPO, Nawira juga diduga berkaitan dengan peredaran obat-obatan terlarang di wilayah Cianjur dan Sukabumi. Dugaan ini menguat setelah sejumlah laporan masyarakat mengungkap adanya distribusi obat keras tanpa izin yang dikendalikan oleh jaringan Nawira.
“Sudah banyak laporan soal aktivitas mencurigakan Nawira. Selain menipu orang dengan iming-iming kerja, dia juga diduga menjual obat terlarang,” kata Asep.
Keresahan warga semakin meningkat setelah kasus Rifqi menjadi sorotan publik. Sejumlah warga di berbagai kecamatan melaporkan maraknya peredaran obat ilegal yang mengancam generasi muda.
Atas dugaan tersebut, Nawira turut dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (Red)