Desakan ini disampaikan menanggapi keluhan dari sejumlah pejabat internal Kemenag Karawang yang menilai bahwa pengelolaan zakat dan iuran bulanan selama ini berjalan tidak transparan.
Askun menjelaskan, zakat profesi seharusnya memiliki nilai yang jelas, yaitu 2,5% dari penghasilan pegawai yang dipotong setiap bulan, serta mekanisme penyaluran yang akuntabel.
“Saya belum tahu persis besarannya berapa. Tapi zakat profesi itu pasti 2,5% dari penghasilan pegawai dan dipotong setiap kali gajian. Persoalannya, pengelolaannya selama ini tidak transparan,” ujar Askun pada Senin (17/11/2025).
Selain masalah zakat, Askun juga mengungkapkan adanya informasi mengenai pungutan iuran bulanan lain yang tidak jelas dasar hukum dan peruntukannya.
"Selain zakat, ada juga iuran bulanan. Saya belum tahu nama iurannya apa. Yang pasti, keduanya dikelola oleh Bagian Kasi Zakat dan Wakaf Kemenag,” sambungnya.
Askun menegaskan bahwa dana zakat seharusnya disalurkan kepada mustahik (penerima zakat), bukan digunakan untuk keperluan operasional lembaga.
“Kalau benar zakat digunakan untuk biaya operasional, itu jelas menyalahi peruntukan. Ini harus diaudit tuntas,” tegasnya.
Mengenai iuran tambahan yang diduga tidak memiliki landasan hukum, Askun menilai hal tersebut berpotensi menjadi praktik pungutan liar (pungli).
“Jika iuran dipungut tanpa dasar hukum, itu bisa dikategorikan sebagai pungli. Di sini APH harus turun tangan,” ujarnya.
Ia pun mendesak Inspektorat Kemenag dan APH untuk segera membawa persoalan ini ke tahap penyelidikan. Tindakan ini dinilai penting untuk mencegah terciptanya preseden buruk dalam tata kelola keuangan di lingkungan Kemenag setempat.(Red)
